Aku, hidup di dunia ini sudah lebih dari 20 tahun yang lalu. Ibuku selalu mengajarkanku perbuatan yang terpuji dan tidak pernah memberitahuku perbuatan tercela.
Aku , selalu menanamkan di dasar otaku sebuah benih ideologi yang naif. Yang waktu demi waktu, tahun demi tahun, tumbuh menjadi sebuah tanaman ke-naif-an.
Aku, tidak percaya bahwa ada orang yang tega menyakiti orang lain ,membuat seseorang menangis, dan membuat seseorang menderita. Aku berpikir bahwa setiap otak manusia pastilah ditanami benih kebaikan yang akan tumbuh menjadi kebaikan pula.
Aku teringat dulu saat aku berjalan melewati sebuah perumahan seusai sekolah , aku menemukan hiasan rambut di tengah jalan. Hiasan rambut itu berwarna warni lengkap dengan benda yang berkilauan. Dengan polosnya ku ambil hiasan rambut itu, aku masukan ke kantong seragamku. Dan saat aku berjalan melewat pos satpam, aku memberikan hiasan itu kepadanya.
"Pak, saya tadi menemukan benda ini di tengah jalan".
"Ini punya siapa de?"
"Saya tidak tahu Pak, Ibu Guru mengajarkan bahwa apabila kita menemukan suatu benda, kita harus memberikanya ke polisi".
"Hahaha , iya terimakasih"
Aku heran kenapa dia saat itu tertawa. Apa yang sebenarnya dia tertawakan?
Sesampainya di rumah, aku menceritakan hal itu kepada keluargaku. Sama seperti Pak Satpam tadi, mereka tertawa. Aku sama sekali tidak tahu bagian mana yang lucu dalam berbuat baik. Bahkan aku sempat menghawatirkan pemilik hiasan rambut tadi.
Aku berpikir, aku yang dulu tahu betul mana batas kebaikan dan mana kejahatan. Mana perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan mana hal yang boleh dilakukan. Pagar - pagar moral yang di tanamkan mereka di kepalaku sungguh aku dapat menyadari semua itu.
Aku yang dulu adalah aku yang naif
Aku yang dulu adalah aku yang tidak ingin dianggap jahat oleh orang lain
Aku yang dulu adalah aku yang ingin semuanya selalu baik baik saja
Aku yang dulu adalah aku yang selalu percaya bahwa apapun yang kita inginkan, pasti bisa kita dapatkan asal kita berpegang teguh atas keinginan kita
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa setiap kesalahan haruslah di maavkan
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa aku harus selalu membuat orang lain bahagia
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa setiap kejahatan yang dilakukan, pasti sebenarnya di lakukan dengan alasan yang baik
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa setiap orang yang berbicara manis kepadaku adalah teman
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa setiap orang yang memberiku sesuatu, pasti mereka ikhlas dan tidak mengharapkan apapun.
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa manusia ditakdirkan untuk berusaha dan tidak mengenal kata menyerah
Aku yang dulu adalah aku yang berpikir bahwa aku tidak boleh membenci orang lain
Namun sekarang, saat dunia membuka mataku
dengan luka dan bukan dengan senyuman
dengan air mata dan bukan dengan tawa
dengan keputus asa-an dan bukan dengan semangatnya,
aku tersadar dan terhentak
Warna putih yang dulu ku lihat kini bercampur dengan warna hitam hingga warna abu-abu tercipta
Dunia ini tidak hanya terdiri dari warna putih dan warna hitam.
Namun, kadang keduanya membaur menjai abu - abu
Dan aku tidak dapat menemukan kembali pagar pembatas itu.
Pagar yang membatasi hitam dan putih, seolah olah melebur bercampur menjadi satu
Aku seperti tersadar bahwa otaku terlambat untuk menyadari ini semua.
Ternyata, dunia tidaklah seputih apa yang aku pikirkan
Aku yang sekarang adalah aku yang kritis
Aku yang sekarang adalah aku yang mengakui bahwa aku pernah berbuat jahat
Aku yang sekarang adalah aku yang menyadari bahwa keadaan tidaklah selalu baik
Aku yang sekarang adalah aku yang menyadari bahwa terkadang apa yang kita yakini adalah salah
Aku yang sekarang adalah aku yang berpikir bahwa terkadan suatu kesalahan harus tidak di maafkan demi sebuah perubahan
Aku yang sekarang adalah aku yang egois, karena aku ingin bahagia lebih dari orang lain
Aku yang sekarang adalah aku yang tersadar bahwa beberapa orang yang melakukan kejahatan, melakukanya dengan penuh kesadaran dan bukanlah dengan tidak sengaja
Aku yang sekarang adalah aku yang berpikir bahwa terkadang aku menemui orang tamak yang bermuka dua, berbicara manis dan berkamuflase sebagai teman.
Aku yang sekarang adalah aku yang sadar bahwa terkadang aku ingin diberi sesuatu, saat aku memberi sesuatu
Aku yang sekarang adalah aku yang menyadari bahwa terkadang, ada hal - hal yang memang harus aku lepaskan, karena sekuat apapun kita mencoba aku tidak akan bisa mendapatkanya dan aku haruslah menyerah
Aku yang sekarang adalah aku yang tersadar bahwa egoku membawaku kepada kewajiban membenci orang lain
Aku sepenuhnya menyadari, mungkin aku pernah berdiri dalam lingkaran putih, kadang aku berdiri dalam lingkarang hitam, atau kadang, saat aku benar-benar bimbang, aku berdiri di antara keduanya
Aku harus terima dengan lapang dada perkataan orang orang yang mengatakan
aku adalah jahat, saat aku adalah jahat
aku adalah bodoh, saat aku adalah bodoh
aku sabar, saat aku adalah sabar
dan aku naif saat aku adalah naif
tulisanku bukanlah sebuah keluhan, sindiran, atau bahkan penghakiman
tulisanku ini hanyalah sebuah kesadaran atas diri yang aku sadari dari dalam diri sendiri
(Catatan di akhit tahun, Mustika~)
Senin, 31 Desember 2012
Langganan:
Postingan (Atom)